EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.850   |   GBP/USD 1.237   |   AUD/USD 0.645   |   Gold 2,305.79/oz   |   Silver 26.89/oz   |   Wall Street 38,503.69   |   Nasdaq 15,451.31   |   IDX 7,161.41   |   Bitcoin 66,837.68   |   Ethereum 3,201.65   |   Litecoin 85.47   |   EUR/JPY pertahankan kenaikan setelah hasil beragam dalam data IMP Jerman dan zona Euro, di atas level 165.00, 17 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/GBP terdepresias ke dekat level 0.8600 setelah hasil beragam dalam data IMP zona Euro dan Inggris, 17 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/JPY naik ke puncak baru harian, di atas pertengahan 191.00 setelah IMP Inggris beragam, 17 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Pound Sterling incar lebih banyak penurunan di tengah kuatnya prospek penurunan suku bunga BoE, 17 jam lalu, #Forex Fundamental   |   PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) pada kuartal I/2024 meraup pendapatan senilai $73.82 juta, menyusut 15.96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) akan menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) hari ini, guna memberikan keputusan pembagian dividen serta pengangkatan direksi baru, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Waskita Karya (WSKT) kembali memenangkan gugatan permohonan PKPU yang dilayangkan kedua kalinya oleh emiten keluarga Jusuf Kalla, Bukaka (BUKK), 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) melesat 20% seiring rencana perseroan melakukan kuasi reorganisasi untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham, 22 jam lalu, #Saham Indonesia

Analisa Rupiah 11 - 15 Agustus 2015

Penulis

Kurs Rupiah masih terus terdepresiasi di kisaran level terlemah dalam 17 tahun. Berdasarkan berbagai laporan ekonomi yang dirilis pekan lalu, diketahui bahwa kondisi ekonomi domestik masih terus memburuk.

Rekap Kurs Rupiah Minggu Lalu

Kurs Rupiah masih terus terdepresiasi di kisaran level terlemah dalam 17 tahun. Setelah dibuka pada 13,620 di awal pekan, kurs Rupiah menari-nari di kisaran 13,500-13,700an dan ditutup pada 13,630 per Dolar AS. Berdasarkan berbagai laporan ekonomi yang dirilis pekan lalu, diketahui bahwa kondisi ekonomi domestik masih terus memburuk, sementara dari luar negeri spekulasi seputar kenaikan suku bunga Federal Reserve AS masih terus menggelora.

Di awal pekan, PMI Manufaktur Indonesia dilaporkan melemah lagi, mencatat rekor kontraksi selama sepuluh bulan berturut-turut. Pada rilisan tersebut, Nikkei/Markit menggarisbawahi tingginya biaya impor yang meningkatkan biaya input produksi dan harga pabrikan serta tingginya angka pemutusan hubungan tenaga kerja.

 

Indeks PMI Manufaktur

Grafik Indeks PMI Manufaktur Indonesia versi Nikkei/Markit Economics Agustus 2014-Juli 2015


Di hari yang sama, BPS melaporkan bahwa tekanan inflasi telah mengendur pada bulan Juli 2015. Inflasi pada bulan Juli tidak berubah di level 7.26% (yoy), sama dengan inflasi Juni. Sedangkan tingkat inflasi inti menurun untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir dari 5.04% menjadi 4.86%. Namun demikian, apabila laporan ini dijajarkan dengan laporan PMI Manufaktur yang lebih dulu dirilis, maka muncul indikasi kalau perlambatan laju inflasi ini bisa jadi merupakan efek samping dari memburuknya sektor ketenagakerjaan.

Sebagaimana dialami oleh Yunani saat ini dalam level yang jauh lebih kronis; inflasi mereka rendah (-2.20%), tetapi pengangguran merajalela (24.99%). Secara teori, ini karena harga-harga barang dan jasa gagal naik akibat rendahnya konsumsi domestik saat banyak masyarakat kehilangan mata pencahariannya. Namun, asumsi tersebut belum bisa dipastikan dari data saat ini saja; kita masih perlu memantau data bulan Agustus yang akan dirilis pada awal September dan data bulan September yang akan dirilis pada awal Oktober.

 

Inflasi Inti

Grafik Inflasi Inti Indonesia Agustus 2014-Juli 2015


Pada hari Rabu (5/8) BPS melaporkan bahwa pertumbuhan GDP Indonesia pada kuartal kedua tahun 2015 hanya mencapai 4.67% (yoy), lebih rendah dibanding angka terevisi 4.72% di kuartal sebelumnya sekaligus menjadi laju pertumbuhan terlambat dalam enam tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan bahwa perlambatan investasi dan konsumsi baik di sektor publik maupun privat masih terus berlangsung.

 

GDP Indonesia

Grafik GDP Indonesia Kuartal I/2009-Kuartal II/2015


Sementara itu, pada hari Jumat Bank Indonesia melaporkan Cadangan Devisa Indonesia kembali menipis. Dari posisi akhir Juni sebesar 108 miliar Dolar AS, Cadangan Devisa Indonesia di akhir Juli tersisa 107.6 miliar Dolar AS. Menurut BI, "Perkembangan tersebut disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah serta penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan."

 

Cadangan Devisa

Grafik Cadangan Devisa Indonesia Agustus 2014-Juli 2015


Depresiasi Rupiah telah menjadi salah satu sorotan internasional. Rupiah merupakan mata uang Asia dengan performa terburuk kedua tahun ini setelah Ringgit. Keduanya mengalami pukulan berat, tidak hanya dari spekulasi seputar kenaikan suku bunga the Fed, melainkan juga dari perlambatan ekonomi partner dagang utamanya, China, dan kemerosotan harga-harga komoditas. Tidak kondusifnya situasi domestik juga menjadi faktor yang memberatkan kedua mata uang itu. Media The Economist pekan lalu bahkan mengangkat pelemahan Rupiah dan Ringgit dengan tajuk "Plunging Like It's 1998". Empat tahun yang lalu, menurut catatan mereka, Per Dolar senilai dengan hanya 8,500 Rupiah lebih sedikit atau tiga Ringgit lebih. Namun saat itu, satu Dolar AS sudah nyaris 14,000 Rupiah dan mendekati empat Ringgit.

 

Fundamental Minggu Ini

Akhir pekan lalu, rilis data berdampak besar Nonfarm Payroll (NFP) di Amerika Serikat sempat menggoncang pasar. Angka NFP yang berada dibawah ekspektasi ternyata gagal menggoyahkan keyakinan bahwa Federal Reserve selaku otoritas moneter di negara tersebut bakal menaikkan suku bunga acuan pada bulan September mendatang. Akibatnya, mata uang-mata uang selain Dolar AS kembali melemah di awal pembukaan pasar pekan ini. Kurs Rupiah secara khusus dibuka pada 13,642 pada awal perdagangan pagi.

Dalam beberapa hari ke depan, volatilitas Rupiah kemungkinan akan sedikit mereda karena rendahnya kebutuhan fisik Dolar maupun rilisan data ekonomi dalam periode ini. Kalender kegiatan di dalam negeri hanya menjadwalkan rilis laporan survei penjualan eceran dan neraca pembayaran triwulanan yang merupakan indikator berdampak rendah-menengah. Sedangkan dari luar negeri, kabar-kabar seputar kondisi pasar China dan spekulasi kenaikan suku bunga AS masih menjadi pokok perhatian.

 

Prediksi Rupiah Minggu Ini

Sekarang Rupiah masih berstatus undervalued. Pasar yang kalem mungkin memberikan kesempatan bagi Rupiah untuk menguat, tetapi mengingat tingginya optimisme pasar menantikan kenaikan suku bunga the Fed AS maka penguatan akan terbatas. Kurs Rupiah dalam beberapa hari mendatang kemungkinan akan diperdagangkan diantara 13,506-13,708 per Dolar AS.

 

USDIDR

Chart USD/IDR dengan indikator EMA-20, EMA-60, EMA-100, Fibonacci Retracement, dan MACD
(klik gambar untuk memperbesar)


Untuk menguat, Rupiah membutuhkan dukungan baik dari kondisi ekonomi domestik maupun internasional. Namun demikian, dilihat dari memburuknya indikator-indikator ekonomi Indonesia, ketidakpastian pasar China, merosotnya harga komoditas, serta tingginya harapan akan kenaikan suku bunga the Fed, maka belum ada pemicu yang bisa mendorong Rupiah berbalik arah dari depresiasi menjadi apresiasi.

 

Arsip Analisa By : A Muttaqiena
242227
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.

Perlu tukar mata uang ?

Konversi valas ke rupiah atau sebaliknya ?
bisa lebih mudah dengan kalkulator kurs. Temukan disini.