EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.850   |   GBP/USD 1.237   |   AUD/USD 0.645   |   Gold 2,327.43/oz   |   Silver 27.31/oz   |   Wall Street 38,503.69   |   Nasdaq 15,451.31   |   IDX 7,159.97   |   Bitcoin 66,837.68   |   Ethereum 3,201.65   |   Litecoin 85.47   |   Dow Jones Industrial Average naik 0.69% menjadi 38,503. Indeks S&P 500 naik 1.20% menjadi 5,070. Nasdaq Composite naik 1.59% menjadi 15,696, 1 jam lalu, #Saham AS   |   PT Bumi Resources Tbk (BUMI) membukukan kenaikan laba bersih, mengantongi pendapatan senilai $311.01 juta hingga Maret 2024, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA) mencetak pendapatan sebesar Rp994.15 miliar dengan laba bersih Rp129.11 miliar, 1 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) menyiapkan dana Rp800 miliar yang bersumber dari kas internal untuk mengeksekusi rencana buyback 396.50 juta saham, 1 jam lalu, #Saham Indonesia

16 Indikator Ekonomi Penting (2)

Penulis

Selain indikator ekonomi yang bersifat leading, pasar juga dipengaruhi oleh indikator lagging. Apa sajakah itu? Mari kita pelajari di sini.

Artikel ini adalah lanjutan dari bagian (1) artikel dengan judul yang sama.

 

Indikator Ekonomi Penting Bersifat Lagging

Tidak seperti indikator leading, indikator lagging baru dilaporkan setelah terjadi perubahan keadaan ekonomi. Indikator lagging mengkonfirmasi perubahan ekonomi dan membantu identifikasi trend perekonomian dalam jangka waktu tertentu. Indikator ekonomi penting bersifat lagging ada sembilan jenis.

Indikator Ekonomi Penting Bersifat Lagging

 

1. Perubahan Gross Domestic Product (GDP)

Biasanya, Gross Domestic Product (GDP) digunakan oleh ekonom dan analis untuk mengetahui ukuran perekonomian suatu negara, sedang tumbuh atau sedang mengalami kontraksi (perlambatan). Jika pertumbuhan GDP meningkat, maka perekonomian cenderung kuat. Demikian pula sebaliknya, jika GDP menurun, maka perekonomian cenderung lesu.

Namun, indikator ini juga ada kekurangannya. Seperti halnya indikator pasar saham yang kadang tidak menunjukkan kekuatan harga saham yang sebenarnya, GDP juga bisa demikian. Seperti misalnya program quantitative easing (QE) dan pengeluaran pemerintah yang berlebihan (stimulus fiskal). Kenaikan GDP akibat stimulus, sebenarnya adalah kenaikan semu yang memang dilakukan pemerintah guna mengoreksi kemerosotan pertumbuhan ekonomi.

Sebagai indikator lagging, GDP menunjukkan kondisi yang telah terjadi, bukan yang sedang terjadi atau yang akan terjadi. Ekonom dan analis melihat keadaan booming atau resesi berdasarkan angka GDP dari kuartal ke kuartal. Umumnya, jika GDP akhir per kuartal telah turun 2 kali berturut-turut, maka bisa dianggap perekonomian sedang menuju ke keadaan resesi.

 

2. Pendapatan Dan Upah

Jika ekonomi berjalan dengan efisien, tingkat pendapatan seharusnya meningkat dengan teratur tiap periode tertentu untuk menyesuaikan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Bagi negara-negara maju yang mengukur tingkat upah dengan jumlah jam kerja, maka pendapatan yang menurun menunjukkan jumlah jam kerja yang berkurang atau tingkat upah yang memang diturunkan. Pendapatan yang berkurang juga bisa disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) atau kehilangan pekerjaan akibat perusahaan yang kolaps.

Baik turunnya pendapatan maupun pengurangan upah, keduanya merefleksikan kondisi ekonomi yang sedang suram. Di negara industri, tingkat pendapatan dan upah disurvei dan dirinci sesuai dengan gender, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan, guna mengetahui trend di setiap kelompok.

 

3. Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)

Indikator ini sangat penting dan dijadikan acuan pemerintah di banyak negara dalam menilai kondisi ekonomi. Tingkat pengangguran mengukur persentasi jumlah tenaga kerja yang sedang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Dalam kondisi perekonomian yang normal, ekonom dan analis mematok angka pengangguran antara 3.0% hingga 5.0%.

Jika tingkat pengangguran tinggi, maka pengeluaran konsumen juga akan berkurang yang akan menyebabkan berkurangnya penjualan retail, perumahan, dan lain-lain, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada GDP. Pengeluaran pemerintah juga akan membengkak akibat kompensasi klaim pengangguran dan program-program lain untuk kesejahteraan masyarakat (ini hanya berlaku di negara-negara maju yang menyediakan layanan tersebut).

Kekurangannya, indikator ini hanya mengukur jumlah penganggur (atau pencari kerja) dalam periode waktu sebulan, dan sering kali mereka yang mendapatkan pekerjaan paruh waktu (part-time) dianggap telah bekerja penuh. Namun terlepas dari kekurangan tersebut, indikator Tingkat Pengangguran masih dianggap penting.

 

4. Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi menunjukkan kenaikan harga-harga di tingkat konsumen maupun tingkat produsen dalam suatu periode tertentu. Ada beberapa jenis indikator tingkat inflasi. Indikator tingkat inflasi utama yang banyak digunakan adalah Consumer Price Index (CPI). Sedangkan data tentang inflasi di tingkat produsen disebut PPI (Producer Price Index).

CPI diperhitungkan dengan mengukur perubahan harga barang dan jasa termasuk makanan dan minuman, sarana transportasi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Perubahan harga dihitung berdasarkan kenaikan rata-rata kelompok-kelompok barang dan jasa tersebut dalam suatu periode waktu tertentu. Jadi, naik atau turunnya harga satu jenis barang saja tidak menunjukkan adanya inflasi.

inflasi

Tingkat inflasi yang tinggi berarti kenaikan harga-harga lebih cepat menggerogoti nilai uang, dibanding kecepatan naiknya pendapatan konsumen, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap. Dengan demikian, daya beli konsumen akan menurun, sehingga standar kehidupannya juga merosot. Tingkat inflasi yang tinggi akan mempengaruhi faktor-faktor lainnya, seperti menurunnya jumlah tenaga kerja dan GDP.

Meski demikian, tingkat inflasi yang normal (tidak terlalu tinggi) cenderung berdampak positif. Sebaliknya, keadaan deflasi atau penurunan harga, justru bisa berdampak negatif pada perekonomian. Deflasi yang terjadi terus-menerus bisa menyebabkan resesi. Deflasi timbul bila konsumen cenderung untuk mengurangi pengeluarannya. Ini terjadi bersamaan dengan berkurangnya jumlah uang beredar.

Dalam kondisi deflasi, perusahaan-perusahaan cenderung untuk menurunkan harga jual karena persediaan yang melebihi permintaan. Namun, keuntungannya jadi berkurang, sehingga tidak mampu membayar hutang dan mengurangi karyawan. Tentu saja, hal ini akan berdampak negatif pada ekonomi.

 

5. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang yang kuat akan meningkatkan daya jual dan daya beli sebuah negara terhadap negara lainnya. Negara dengan mata uang yang lebih kuat akan bisa mengimpor produk-produk dari negara lain dengan harga yang lebih murah. Sebaliknya, jika mata uang suatu negara melemah, maka permintaan akan produk-produk negara tersebut akan meningkat karena harganya menjadi lebih murah bagi negara lain.

 

6. Tingkat Suku Bunga

Suku bunga umumnya terdiri atas suku bunga pinjaman dan deposito. Jika tingkat suku bunga meningkat, maka nilai mata uang biasanya cenderung untuk menguat.

Penentuan suku bunga didasarkan pada suku bunga acuan yang ditentukan oleh bank sentral. Sedangkan bank sentral akan menggunakan suku bunga sebagai instrumen untuk membantu mencapai target inflasi tertentu yang diharapkan (tidak terlalu rendah, juga tidak terlalu tinggi). Apabila inflasi sudah terlalu tinggi, maka bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan untuk mengurangi peredaran jumlah uang. Sebaliknya, jika terjadi deflasi atau penurunan laju inflasi, maka bank sentral akan cenderung untuk menurunkan suku bunga acuan.

 

7. Corporate Profits (Laba Perusahaan)

Corporate Profits atau keuntungan dari perusahaan-perusahaan besar akan berdampak pada GDP. Jika keuntungan meningkat, maka GDP akan cenderung naik. Harga-harga saham juga akan meningkat karena investor juga menginvestasikan keuntungan di pasar saham.

 

8. Neraca Perdagangan

Neraca perdagangan adalah selisih total nilai ekspor dan impor. Jika terjadi surplus, berarti ada aliran dana yang masuk. Sedangkan jika terjadi defisit, berarti lebih banyak uang yang keluar dari negara tersebut. Neraca perdagangan yang surplus lebih diinginkan, dan biasanya memperkuat nilai tukar mata uang (kurs).

Neraca Perdagangan

 

9. Harga Komoditi (dalam US Dollar)

Komoditi seringkali berkontribusi besar bagi perekonomian suatu negara. Bagi negara pengekspor, kenaikan harga komoditi akan mendorong GDP meninggi dan perekonomian berkembang. Sedangkan bagi negara pengimpor, kenaikan harga komoditi merepresentasikan meningkatnya biaya-biaya dalam perekonomian.

Karena perdagangan komoditi antar negara umumnya menggunakan mata uang US Dollar, maka yang termasuk indikator ekonomi penting adalah harga komoditi dalam US Dollar di pasar internasional, bukan harga jenis-jenis komoditi di pasar lokal.

 

Rilis indikator ekonomi biasanya dilakukan secara berkala dalam periode tertentu. Anda bisa menyimaknya dengan menggunakan bantuan Kalender Forex, agar tidak ketinggalan dalam mengetahui perkembangan indikator ekonomi terbaru.

131179
Penulis

Martin Singgih memulai trading sejak 2006. Pernah menjadi scalper dan trader harian, tetapi sekarang cenderung beraktivitas sebagai trader jangka menengah-panjang dengan fokus pada faktor fundamental dan Money Management. Strategi trading yang digunakan berdasarkan sinyal dari Price Action dengan konfirmasi indikator teknikal.


Samsul Muklis
Duh ruwet mikirin hubungan antar indikator ini. manufaktur ntar pengaruhnya kesana sini, retail sales didapet dari sini dan ada pengaruh kemana, itu diingetnya lumayan susah,

ada contoh grafiknya yg lebih jelas nggak sih buat njelasin hubungan indikator fundamental ini, biar proses belajarnya juga lebih gampang?
Martin S
@ Samsul Muklis:
Untuk grafik hubungan antar indikator fundamental yang umum adalah tingkat inflasi (CPI) dan tingkat suku bunga, dimana kalau inflasi naik maka suku bunga akan cenderung naik, dan sebaliknya. Selain itu ada indeks kepercayaan konsumen dan Retail Sales, dimana kalau Retail Sales naik biasanya indeks kepercayaan konsumen naik, dan sebaliknya. Untuk indikator fundamental yang lain hubungannya tidak bisa dipastikan karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi, misalnya GDP tidak hanya dipengaruhi oleh sektor industri / manufaktur, tetapi juga oleh ekspor dsb. Kalau mengenai pengaruh tiap indikator penting terhadap nilai tukar mata uang kami selalu membahasnya dalam analisa forex fundamental harian.
Haqiqi
Emang retail sales selalu signifikan pengaruhnya n bisa dilihat langsung mempengaruhi harga kalo habis diturunin. Tapi kalo retail sales dirilis sama salah satu badan/lembaga kan mestinya ada detail pengumpulan datanya. Masak dari situ nggak ada survey ttg bagaimana konsumen membeli barang2? Kalau benar nggak ada ya memang bisa menipu juga kalau nantinya retail sales naik trus ternyata akhirnya bakal ada kredit macet.
Martin S
@ Haqiqi:
Mengenai Retail Sales Anda bisa baca di: Pengaruh Data Retail Sales Pada Pasar Forex