EUR/USD 1.067   |   USD/JPY 154.540   |   GBP/USD 1.245   |   AUD/USD 0.642   |   Gold 2,388.63/oz   |   Silver 28.68/oz   |   Wall Street 37,841.35   |   Nasdaq 15,601.50   |   IDX 7,087.32   |   Bitcoin 63,512.75   |   Ethereum 3,066.03   |   Litecoin 80.80   |   XAU/USD bullish efek masih berlanjutnya tensi konflik Israel-Iran, 14 jam lalu, #Emas Fundamental   |   Pasar bergerak dalam mode risk-off di tengah berita utama mengenai serangan Israel ke Iran, 14 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Poundsterling menemukan area support, meskipun sentimen risk-off membuat bias penurunan tetap terjaga, 15 jam lalu, #Forex Fundamental   |   GBP/JPY bertahan di bawah level 192.00 setelah data penjualan ritel Inggris, 15 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) mencatat jumlah pengunjung saat libur lebaran 2024 ini mencapai 432,700 orang, 20 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.2% menjadi 5,039, sementara Nasdaq 100 turun 0.4% menjadi 17,484 pada pukul 20:09 ET (00:09 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 37,950, 20 jam lalu, #Saham AS   |   Netflix turun hampir 5% dalam perdagangan aftermarket setelah prospek pendapatannya pada kuartal kedua meleset dari estimasi, 21 jam lalu, #Saham AS   |   Apple menghapus WhatsApp dan Threads milik Meta Platforms (NASDAQ:META) dari App Store di Cina pada hari Jumat setelah diperintahkan oleh pemerintah Cina, 21 jam lalu, #Saham AS

Lima Cara Mendeteksi Perusahaan "Sekarat"

Penulis

Seringkali investor salah beli saham perusahaan di harga tinggi, tetapi kemudian terjun bebas. Bagaimana mendeteksi perusahaan sekarat seperti ini agar tidak terjebak?

Scott Fearon, pendiri dan presiden Crown Capital Management yang telah berpengalaman selama 30 tahun di industri manajemen investasi baru-baru ini menuliskan sebuah artikel di CNBC tentang lima cara mengenali perusahaan sekarat (dead company walking). Sepanjang karirnya, Ia telah melakukan "shorting" atas saham di lebih dari 200 perusahaan yang belakangan menyatakan kebangkrutan mereka. Dengan men-shorting saham perusahaan-perusahaan tersebut, ia mendapatkan profit yang tidak sedikit.

Praktek shorting yang cukup populer di berbagai bursa dunia, sebenarnya sangat dibatasi di Indonesia. Namun demikian, kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran penting dari puluhan tahun pengalaman Scott Fearon tentang mengenali perusahaan-perusahaan yang "stress" dan hanya mampu memperpanjang umurnya dengan menumpuk hutang setinggi gunung dan taktik riskan lainnya. Apalagi, dengan tingginya suku bunga dan gelagat akan adanya kenaikan suku bunga, maka bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan yang menampilkan salah satu atau kelima dari tanda-tanda perusahaan "sekarat" yang disebutkan oleh Fearon ini akan muncul:


1. Penurunan revenue dan penumpukan hutang
Kedua masalah ini sepintas nampaknya muncul di dua kategori berbeda, tetapi keduanya sebenarnya hampir selalu muncul bersamaan, dan biasanya menjadi pertanda awal masalah kritis untuk sebuah perusahaan. Pertumbuhan revenue adalah nyawa setiap usaha sukses. Ketika revenue mulai pudar, beban hutang biasanya malah cenderung meningkat seiring perusahaan-perusahaan dipaksa untuk mendanai operasional dengan dana hutang. Kecuali keberuntungan mereka berbalik secara dramatis, maka perusahaan-perusahaan yang terjebak dalam lingkaran setan ini jarang menghindari kebangkrutan.

Perusahaan Sekarat


2. Ekspansi berlebihan (overexpansion)
Fearon mengatakan bahwa ia telah melihat banyak sekali perusahaan tumbuh kearah kehancuran. Kesuksesan jangka pendek meyakinkan tim manajemen untuk mendongkrak neraca perusahaan agar bisa berekspansi secepat mungkin. Meski strategi ini biasanya mampu menggenjot puncak revenue, setidaknya untuk sementara waktu, tetapi strategi yang sama akan "memakan" margin dan membuat perusahaan jadi rapuh terhadap krisis. Menurut Fearon, perusahaan sektor energi terkenal akan tindakan seperti ini; di masa-masa indah, mereka rakus menyerap hutang dan tumbuh seperti rumput, tetapi ketika pasar bergeser maka kebanyakan dari mereka berubah "dari hero jadi zero".


3. Skema penghasil revenue baru yang mustahil
Ketika kondisi makin sulit, bahkan pemimpin perusahaan yang paling cerdas dan ulung akan sering mengejar ilusi. Daripada menghadapi realita masa depan perusahaan mereka dan mengalihkan strategi (yang biasanya berarti juga harus mengakui kesalahan-kesalahan mereka), mereka malah mempromosikan peluang bisnis baru yang tidak jelas. Menurut Fearon, hal semacam ini sering terjadi di sektor farmasi; sebuah obat baru populer akan mulai kehilangan pangsa pasarnya, dan pembuatnya akan mulai meluncurkan banyak press release tentang masa depan obat itu atau prospek "durian runtuh" dari penjualan luar negeri. Namun kenyataannya, manfaat baru itu biasanya jarang membawa tambahan revenue signifikan dan perusahaan pesaing pun hampir selalu mengejar pangsa pasar luar negeri yang sama dengan mereka.


4. Obligasi korporat dengan yield-to-maturity (YTM) yang membengkak
Minat investor ritel bermodal kecil saja biasanya bisa mencegah saham paling busuk untuk jatuh ke nol; tetapi berbeda halnya dengan obligasi. Pembeli obligasi biasanya adalah investor institusional bermodal besar; dan karenanya maka yield obligasi korporat bisa menjadi indikator kemungkinan kebangkrutan yang lebih handal. Ketika YTM membengkak sedemikian rupa, maka yang mau mendekatinya hanyalah orang-orang yang ingin mengambil profit dari reorganisasi perusahaan yang akan datang.


5. Industri yang tenggelam
Fearon mencatat bahwa hampir setiap perusahaan sekarat yang di-shorting-nya pernah menjadi saham "murahan". Kegagalan bisa terjadi secara gradual, dan bahkan perusahaan yang bermasalah bisa memunculkan pertanda positif seperti cash flow yang lumayan. Indikator-indikator ini kerap menggoda value investor yang gagal melihat gambaran yang lebih luas. Ia memberikan contoh bahwa saat telepon genggam sudah mulai menggeser telepon umum pada 1999, masih banyak analis Wall Street terkemuka merekomendasikan saham perusahaan telepon umum. Fearon mengatakan bahwa dirinya menghabiskan waktu diantara laporan-laporan finansial, tetapi kadang perlu juga untuk berhenti mengamati spreadsheet dan proyeksi-proyeksi untuk bertanya pada diri sendiri satu pertanyaan dasar, "Akankah perusahaan ini eksis dalam lima atau sepuluh tahun?"


Investor sering bereaksi pada tindakan insider, dan memang itu bisa berguna untuk mengira-ngira mengapa kebanyakan eksekutif atau anggota direksi menjual atau membeli saham perusahaan. Mereka bisa saja menjual saham untuk mendanai biaya universitas anak mereka yang mahal. Tetapi jika sebuah sahan secara konsisten merosot bersamaan dengan ketika pemilik-pemilik saham besarnya "melarikan diri", maka bisa jadi ada sesuatu yang busuk. Ini adalah kejadian yang langka, dan Fearon mengatakan dirinya mungkin hanya bertemu dengan dua atau tiga perusahaan yang seperti itu, tetapi bila ia bertemu yang seperti itu, maka bisa jadi ia akan langsung men-shorting-nya.

 



Diadaptasi dari artikel "Five ways to spot a dead company walking" oleh Scott Fearon, penemu dan presiden Crown Capital Manajemen serta penulis buku "Dead Companies Walking: How a Hedge Fund Manager Finds Opportunity in Unexpected Places"

229844
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.