EUR/USD 1.081   |   USD/JPY 151.210   |   GBP/USD 1.264   |   AUD/USD 0.651   |   Gold 2,222.50/oz   |   Silver 25.10/oz   |   Wall Street 39,807.37   |   Nasdaq 16,379.46   |   IDX 7,288.81   |   Bitcoin 69,455.34   |   Ethereum 3,500.12   |   Litecoin 93.68   |   Pound Sterling menghadapi tekanan di tengah kuatnya penurunan suku bunga BoE, 14 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Menurut analis ING, EUR/USD berpotensi menuju 1.0780 atau mungkin 1.0750 di bawah Support 1.0800. , 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   USD/CHF naik ke dekat level 0.9060 karena penghindaran risiko, amati indikator utama Swiss, 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   GBP/USD menarget sisi bawah selanjutnya terletak di area 1.2600-1.2605, 14 jam lalu, #Forex Teknikal   |   BEI tengah merancang aturan tentang Liquidity Provider atau penyedia likuiditas untuk meningkatkan transaksi pada saham-saham di papan pemantauan khusus, 20 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) meraup pendapatan usaha sebesar $1.70 miliar pada tahun 2023, 20 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) siap memasok 120,000 ton semen curah dalam satu tahun untuk memenuhi kebutuhan semen di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, 20 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 turun 0.1% menjadi 5,304, sementara Nasdaq 100 turun 0.1% menjadi 18,485 pada pukul 19:16 ET (23:16 GMT). Dow Jones turun 0.1% menjadi 40,119, 20 jam lalu, #Saham Indonesia

Donald Trump Tuding OPEC Rekayasa Harga Minyak

Penulis

Sentimen bullish pada harga minyak tetap tinggi karena sejumlah negara OPEC kemungkinan bakal dikenai sanksi oleh AS di bawah Donald Trump.

Seputarforex.com - Harga minyak ditutup menurun pada hari Jumat lalu, tetapi kembali menanjak pada awal perdagangan hari Senin ini (23/April), meskipun Presiden Donald Trump mengkritik keras Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dengan tuduhan telah merekayasa harga minyak. Sentimen bullish tetap tinggi karena sejumlah negara penghasil minyak lain kemungkinan bakal dikenai sanksi oleh AS dan sekutunya, sehingga membuka kemungkinan penurunan suplai lebih lanjut.

 

Donald Trump Tuding OPEC Rekayasa Harga Minyak

 

Harga Minyak Tertinggi Sejak 2014

Pada pertengahan pekan lalu, kedua harga minyak acuan telah mencapai level tertinggi sejak Desember 2014, masing-masing pada level USD74.75 dan USD69.56, tetapi agak melandai menyusul laporan kenaikan jumlah oil drilling rigs. Baker Hughes mengabarkan bahwa rig count di Amerika Serikat meningkat lima buah ke angka total 820 dalam periode sepekan yang berakhir tanggal 20 April. Ini merupakan jumlah rigs terbanyak sejak Maret 2015.

Saat berita ditulis, harga minyak kembali mencuat lantaran meningkatnya antisipasi pasar akan ketegangan diantara negara-negara produsen minyak. Brent telah naik 0.46% dalam perdagangan intraday ke USD73.95 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate meningkat 0.26% ke USD68.20 per barel.

 

Tudingan Donald Trump

Pada Jumat malam, Presiden AS Donald Trump mengirim cuitan via Twitter yang berisi, "Nampaknya OPEC melakukannya lagi. Dengan minyak dalam jumlah besar dimana-mana, termasuk di kapal-kapal penuh di lautan, harga minyak sangat tinggi secara tidak wajar! Tidak bagus dan tidak akan diterima!"

 

 

Sekjen OPEC, Mohammad Barkindo, menepis tudingan tersebut. Ia mengungkapkan, organisasinya tidak menyasar target harga tertentu, melainkan berupaya untuk mengembalikan stabilitas ke pasar minyak. OPEC dan sejumlah negara produsen minyak lainnya menjalankan kesepakatan pemangkasan output sejak awal tahun 2017 dengan harapan agar bisa mengeliminasi limpahan surplus minyak global, bukan karena ingin mendongkrak harga hingga kisaran tertentu.

 

Faktor Pendorong Harga Minyak

Selepas komentar Donald Trump, harga minyak tetap meninggi. Pasalnya, kebijakan pemerintah AS merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan harga minyak naik, sedangkan OPEC agaknya takkan tergugah untuk merubah kebijakan.

 

"Kami tak memandang OPEC akan tergoyahkan dengan cara apapun dalam hal menggeser arah kebijakan," kata Michael Tran, pakar strategi komoditas dari RBC Capital Markets pada Reuters. Lebih lanjut, menurut Tran, "Salah satu variabel penting yang menggerakkan reli harga minyak adalah persepsi pasar mengenai langkah-langkah pemerintahannya (Trump) yang makin hawkish dalam hal kebijakan luar negeri."

 

Pendapat Tran senada dengan analisa Kerry Craig, pakar strategi pasar global dari JP Morgan Asset Management. Pemangkasan output yang dilakukan OPEC sejak tahun 2017 memang telah mendorong harga naik. Namun, tekanan harga tambahan datang dari sanksi AS atas negara-negara eksportir minyak penting, yaitu Venezuela, Rusia, dan Iran.

Saat ini, Pemerintah AS telah menerapkan sanksi atas sejumlah perusahaan dan warga negara Rusia tertentu, serta tengah mempertimbangkan sanksi atas Venezuela dan Iran. Pada 12 Mei mendatang, AS bakal memutuskan apakah akan melanjutkan kesepakatan nuklir Iran, atau mangkir dan menerapkan sanksi baru atas Teheran. Bulan lalu, silang pendapat mengenai Iran antara Donald Trump dan Rex Tillerson mengakibatkan dilengserkannya Tillerson dari kursi Menteri Luar Negeri AS, digantikan oleh Direktur CIA Mike Pompeo yang lebih hawkish.

283344
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.