EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,328.78/oz   |   Silver 27.41/oz   |   Wall Street 38,460.92   |   Nasdaq 15,712.75   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,276.90   |   Ethereum 3,139.81   |   Litecoin 83.16   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 4 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 10 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 10 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 10 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 10 jam lalu, #Saham AS

Harga Minyak Anjlok Setelah OPEC Minta Anggota Naikkan Produksi

Penulis

OPEC tak jadi mendorong kenaikan produksi minyak seperti keinginan Arab Saudi dan Rusia, tetapi ada rekomendasi lain yang membuat harga minyak anjlok.

Seputarforex.com - Rapat OPEC pekan lalu di Wina, Austria, menghasilkan komunike yang isinya menghimbau agar negara-negara peserta kesepakatan pemangkasan output minyak, meningkatkan produksinya. OPEC menilai pelaksanaan batasan kuota yang mencapai 152% pada bulan Mei perlu diturunkan hingga 100% saja. Meskipun pengumuman ini lebih baik dibandingkan ekspektasi pasar sebelumnya, tetapi harga minyak tetap terpukul.

Saat berita ditulis pada awal perdagangan sesi Asia, harga minyak mentah Brent telah anjlok 2.40% ke USD73.96 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) merosot lebih dari 1.30% ke USD68.34 per barel.

 

Rapat OPEC

 

 

Komunike Lebih Ringan Dibanding Ekspektasi

Pada awalnya, sesuai dengan keinginan Arab Saudi dan Rusia, OPEC Joint Technical Committee merekomendasikan kenaikan output sebesar 1 juta barel per hari (bph). Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh, sampai melakukan walkout karena saking tak setujunya. Sengitnya perbedaan pendapat agaknya membuat rapat OPEC pada akhirnya tak merekomendasikan kenaikan output dalam jumlah tertentu, melainkan hanya meminta agar negara-negara anggotanya mengurangi pemangkasan produksi yang telah dilakukan saja.

Rekomendasi tersebut awalnya disambut baik oleh pasar, karena optimisme peningkatan output minyak global ke depan tak seburuk ekspektasi. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, pasar berubah pikiran. Walaupun memang lebih kecil dibanding perkiraan, tetapi kenaikan pasokan global tetap akan terjadi.

Selain itu, himbauan peningkatan output oleh OPEC tidak disertai ketentuan bagi masing-masing negara. Artinya, setiap negara yang kapasitas produksinya memadai, dapat menggenjot output semaksimal mungkin.

 

 

Guna Menutup Kemerosotan Gara-Gara Venezuela

Negara-negara OPEC dan sejumlah produsen minyak lainnya seperti Rusia, telah melaksanakan kesepakatan pemangkasan output sebesar 1.8 juta bph sejak awal tahun 2017, guna menyusutkan inventori global dan mendongkrak harga minyak. Namun, karena terjadi sejumlah krisis tak terduga, khususnya di Venezuela, output justru merosot jauh lebih rendah dibanding patokan awal.

Dengan latar belakang demikian, Arab Saudi dan Rusia memandang negara-negara produsen minyak lain perlu mengimbangi kemerosotan tersebut. Sejumlah negara-negara OPEC lainnya tak setuju, terutama karena sulit untuk mencapai konsensus mengenai seberapa besar kenaikan produksi dapat dialokasikan ke tiap negara. Akan tetapi, dengan dibebaskannya kenaikan produksi (output) bagi tiap negara sebagaimana termuat dalam komunike terbaru, maka tetap bakal mendorong peningkatan secara global.

Dikutip oleh Reuters, Barclays Bank menyatakan komitmen OPEC dan Rusia ini akan merubah "defisit -0.2 bph pada semester II/2018 di pasar menjadi surplus 0.2 juta bph". Sementara itu, konsultan energi Wood Mackenzie menilai persetujuan tersebut "mewakili kompromi antara tekanan konsumen dan kebutuhan negara-negara produsen minyak untuk menjaga (stabilitas) harga minyak dan mencegahnya merugikan perekonomian mereka."

284092
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.