Seputarforex - Dolar AS kembali tergelincir di sesi Rabu (29/Juli) malam ini. Saat berita ini ditulis, Indeks Dolar AS (DXY) turun 0.3 persen ke 93.44, level terendah sejak Mei 2018.
Menjelang pengumuman kebijakan moneter The Fed dini hari nanti, pasar mengekspektasikan bank sentral tersebut untuk berkomitmen mempertahankan suku bunga di dekat nol hingga beberapa tahun ke depan. Selain itu, para investor akan memperhatikan indikasi The Fed soal toleransi terhadap kenaikan inflasi.
Menurut para analis, ekspektasi bahwa The Fed akan membiarkan inflasi naik lebih tinggi daripada prediksi, telah menyebabkan yield riil tertekan ke level rendah historis. Inflasi yang tinggi sebelum menaikkan suku bunga, juga menimbulkan kekhawatiran akan menyusutnya peran Dolar AS sebagai mata uang cadangan (Reserve Currency).
"Pasar forex akan fokus menyorot sinyal yang menunjukkan apakah The Fed akan menoleransi inflasi yang tinggi. Pasalnya, hal itu akan membebani yield riil dan Dolar AS nantinya," tulis tim analis Action Economics.
Terlepas dari ekspektasi tersebut, kemarin The Fed mengumumkan akan memperpanjang program pinjaman untuk perusahaan-perusahaan serta instansi pemerintah dan perseorangan di Amerika Serikat hingga akhir tahun ini. Sebelumnya, The Fed menyatakan kebijakan tersebut akan berakhir pada tanggal 30 September.
Perkembangan Virus Corona Masih Diperhatikan
Selain kebijakan bank sentral, pergerakan Dolar AS juga dipengaruhi oleh peningkatan infeksi virus Corona di Amerika Serikat. Berdasarkan data Reuters, total kematian akibat virus COVID-19 di negara pimpinan Trump tersebut sudah mendekati 150,000 jiwa di hari ini. Angka tersebut menembus rekor tertinggi di dunia, dengan rata-rata kematian mencapai 10,000 jiwa dalam 11 hari.
Di belahan dunia lain, termasuk Eropa, wabah Corona sebenarnya belum mereda. Hanya saja, pertambahan kasusnya tidak setinggi jumlah kasus baru di AS. Hal ini dicermati analis sebagai faktor yang membebani Dolar AS.
"Outlook Dolar AS masih lemah berkat divergensi trend kasus infeksi virus Corona di Eropa dan AS," kata Ulrich Leuchtmann, kepala analis forex di Commerzbank.