Seputarforex.com - Rupiah melemah tipis terhadap Dolar AS di sesi perdagangan Kamis (26/Juni). Mengacu pada Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar Rupiah hari ini berada di kisaran 14,231 per Dolar AS. Jika dibandingkan hari sebelumnya, mata uang Garuda melemah 71 poin atau 0.50 persen.
Outlook IMF Picu Sentimen Negatif
Pandemi COVID-19 ternyata berbuntut panjang, terutama terhadap sektor ekonomi. Hingga saat ini, beberapa negara masih berupaya mengembalikan stabilitas ekonomi dari dampak penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mencegah memburuknya perekonomoian nasional. Salah satunya adalah penetapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.05/2020, tentang Penempatan Uang Negara pada Bank Umum dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Terlepas dari upaya tersebut, kekhawatiran akan penyebaran COVID-19 gelombang dua tengah meluas dan membuat prospek pemulihan kian redup. Karena itu, tak heran jika International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan bahwa perekonomian dunia menjadi minus 4.9% di tahun 2020.
Seperti yang dilansir dari Katadata, IMF sebelum ini telah mengestimasikan kontraksi perekonomian global. Namun, perkiraan tersebut hanya mencapai minus 3%. Praktis, outlook IMF kali ini mengindikasikan pesimisme yang semakin meningkat dibanding periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi negara maju diproyeksi akan terkontraksi hingga 8%, sementara ekonomi negara berkembang diprediksi minus 3%. Untuk negara berpendapatan rendah, IMF memperkirakan kontraksi 1%.
Analis: Rupiah Terancam Ekonomi Yang Belum Stabil
Ariston Tjendra, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures, mengungkapkan bahwa perekonomian masih belum sepenuhnya stabil di masa pandemi ini. Aset-aset berisiko pun masih sangat berpotensi tertekan, salah satunya adalah mata uang Rupiah.
"Ada potensi Rupiah sebagai salah satu aset berisiko mengalami tekanan hari ini, karena sentimen negatif kekhawatiran pasar terhadap meningginya kasus COVID-19 kembali membayangi pergerakan pasar," tutur Tjendra.