Menu

Stok Berlimpah, Harga Minyak Anjlok 6 Persen

Pandawa

Penurunan harga minyak mentah pada hari Selasa kemarin dipengaruhi oleh laporan produksi minyak yang meningkat, serta aksi sell-off bursa saham AS.

Kontrak minyak WTI mengakhiri sesi perdagangan Selasa kemarin (20/11) dengan penurunan sebesar $3.77 atau -6.6 persen, dan berakhir di level $53.43 per barel. Sebelumnya, minyak WTI bahkan sempat menyentuh kisaran $52.77 yang merupakan level terendah sejak Oktober 2017.

Harga minyak WTI menghadapi masa suram setelah aksi sell-off sebanyak 946,000 kontrak bulan depan, melebihi rata-rata transaksi harian di lebih dari 10 bulan terakhir, dan menorehkan rekor Volume harian terbesar kedua sepanjang tahun 2018. Dari awal Oktober hingga saat ini, minyak WTI telah telah turun lebih dari 30 persen.

Penurunan serupa juga terjadi pada minyak Brent, yang melemah sebesar $4.26 atau -6.4 persen pada kisaran $62.53 per barel. Harga tersebut berada di dekat level terendah sejak Desember 2017. Namun saat berita ini diupdate pada pukul 09:04 WIB, harga minyak Brent sudah sedikit menguat ke level $63.14.

 

Pasokan Minyak Melimpah, OPEC Berniat Turunkan Produksi

Semakin merosotnya harga minyak terjadi akibat produksi minyak mentah AS yang meningkat 25 persen di tahun ini. Akan tetapi, ketegangan perdagangan AS-China yang ikut menambah risiko perlambatan global juga berpengaruh terhadap permintaan minyak.

Dalam upaya meredam penurunan lanjutan, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan berencana memangkas produksi hingga 1.4 juta bph pada pertemuan 6 Desember mendatang. Di sisi lain, The International Energy Agency (IEA) telah memperingatkan OPEC terkait upaya pemangkasan produksi, yang dapat memicu melambungkan harga minyak dan berpotensi mengikis konsumsi.

 

Ikut Terseret Pelemahan Bursa Saham

Penurunan harga minyak mentah pada hari Selasa kemarin juga ikut terpengaruh oleh aksi sell-off bursa saham AS dan kawasan Asia, yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap laba perusahaan, meningkatnya biaya pinjaman, dan risiko perlambatan momentum pertumbuhan global.

"Ketika pasar saham turun 8 hingga 9 persen, maka hal itu akan mengubah perspektif pasar yang akan melihat lemahnya kondisi ekonomi global. Dengan demikian, Outlook permintaan minyak akan berkurang di bulan-bulan mendatang," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates.


Berita Minyak Lainnya




KONTAK KAMI PASANG IKLAN BROKER BELAJAR ANALISA ARTIKEL TERM OF USE