EUR/USD 1.074   |   USD/JPY 156.530   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,336.52/oz   |   Silver 27.24/oz   |   Wall Street 38,262.07   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,036.08   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   USD/CHF menguat di atas level 0.9100, menjelang data PCE As, 9 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Ueda, BoJ: Kondisi keuangan yang mudah akan dipertahankan untuk saat ini, 11 jam lalu, #Forex Fundamental   |   NZD/USD tetap menguat di sekitar level 0.5950 karena meningkatnya minat risiko, 11 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan reli di atas level 167.50 menyusul keputusan suku bunga BoJ, 11 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 17 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 17 jam lalu, #Saham AS

Euro Dkk Tertekan Versus Dolar, Bank Sentral Soroti Yield Obligasi

Penulis

Bank-bank sentral dunia semakin mewaspadai perkembangan yield obligasi, sehingga memercikkan sentimen risk-off dan mendongkrak Greenback.

Indeks dolar AS (DXY) menguat lagi sekitar 0.2 persen ke kisaran 91.20-an dalam perdagangan hari ini (2/3), sementara EUR/USD merosot 0.3 persen lagi ke kisaran 1.2020. Bank-bank sentral dunia semakin mewaspadai perkembangan yield obligasi dalam otoritasnya masing-masing, sehingga memercikkan sentimen risk-off kembali dan mendongkrak Greenback.

EURUSD DailyGrafik EUR/USD Daily via Tradingview.com

Yield obligasi US Treasury telah menurun dari puncaknya pekan lalu pada 1.52-an ke kisaran 1.43 awal pekan ini. Akan tetapi, pelaku pasar tetap cenderung lebih bullish pada dolar AS karena memperkirakan Federal Reserve akan bersikap lebih toleran terhadap yield obligasi yang lebih tinggi ketimbang bank-bank sentral lain.

Otoritas China baru-baru ini mulai mempertimbangkan perlunya mengambil langkah proaktif guna menstabilkan pasar perumahan, sembari mengekspresikan kewaspadaan terhadap risiko pecahnya bubble di pasar luar negeri. China telah mulai memangkas agresivitas stimulusnya tahun ini setelah berhasil mengendalikan pandemi di kawasannya, sementara negara-negara lain justru baru mengerahkan stimulus sebesar-besarnya hingga mendorong kenaikan yield yang cukup drastis.

Sementara itu, bank sentral Jepang (BoJ) hingga kini masih menjalankan kebijakan Yield Curve Control (YCC). Selaras dengan intisari kebijakan tersebut, mereka juga tentu terus memantau perkembangan yield obligasi global.

"Belum diketahui apakah aksi jual pasar obligasi sudah berakhir. Tapi orang-orang memperkirakan BoJ akan mengawasi yield obligasi, yang berarti akan ada lebih banyak premi yield untuk dolar," kata Kazushige Kaida dari State Street Bank, sebagaimana dilansir oleh Reuters.

Di Benua Biru, para pejabat bank sentral Eropa (ECB) mulai menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kenaikan yield obligasi. Presiden ECB Christine Lagarde menyatakan ECB akan mencegah kenaikan prematur pada biaya pinjaman untuk perusahaan dan rumah tangga (yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari lonjakan yield -red).

Rekannya, Francois Villeroy de Galhau, menyampaikan komentar lebih tajam. Katanya, kenaikan yield obligasi baru-baru ini tidak beralasan dan ECB harus melawannya dengan menggunakan fleksibilitas program pembelian obligasi mereka.

Sikap ECB sangat kontras dengan rileks-nya para pejabat The Fed. Ketua The Fed Jerome Powell tidak berkomentar sama sekali tentang yield pada komunikasi publik terakhirnya. Presiden The Fed kawasan Atlanta, Raphael Bostic, mengatakan yield obligasi secara komparatif tetap rendah. Presiden The Fed kawasan Richmond, Thomas Barkin, mengklaim kenaikan pada yield obligasi jangka panjang sejauh ini hanya menandakan penyesuaian untuk outlook pertumbuhan dan inflasi yang lebih baik.

295292
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.