Seputarforex - Harga minyak mentah dunia bergerak dalam kisaran sempit pada perdagangan awal pekan (12/Desember) karena dipengaruhi oleh berbagai sentimen. Pada saat berita ini ditulis, minyak Brent melemah 0.18 persen di level $76.49 per barel, sementara minyak mentah WTI justru menguat 0.13 persen pada kisaran $71.56 per barel.
Penguatan minyak mentah AS disebabkan oleh kabar penutupan pipa minyak Keystone yang merupakan jalur pasokan dari Alberta, Kanada, menuju penyulingan midwest dan pantai barat AS. Penutupan ini dilakukan menyusul kebocoran pipa yang memaksa otoritas setempat menghentikan operasional. Pasokan minyak di pasaran domestik AS dikhawatirkan tertekan mengingat pipa ini mengalirkan sekitar 622,000 barel per hari, (bph) dan dianggap sebagai jalur penting distribusi minyak AS.
Sementara itu, China yang merupakan importir minyak terbesar dunia terus melonggarkan kebijakan Zero-COVID yang sempat memicu aksi massa beberapa waktu lalu. Meski pembatasan sudah dicabut secara bertahap, sejumlah jalan dan pusat bisnis di ibukota Beijing terpantau masih sepi. Hal ini menandakan aktivitas ekonomi yang belum benar-benar kembali dan mengindikasikan perlambatan.
Rusia Umumkan Rencana Balasan
Dalam pernyataannya akhir pekan lalu, Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia bisa memangkas produksi secara besar-besaran sebagai balasan atas sanksi Barat yang memblokade dan membatasi harga minyak Rusia. Putin juga menambahkan bahwa pihaknya berencana menolak penjualan minyak ke negara-negara yang mendukung sanksi untuknya.
Ketidakpastian yang timbul dari konflik ini membuat volatilitas minyak tetap tinggi. Akan tetapi, Menteri Energi Arab Saudi mengatakan bahwa dampak sanksi Eropa dan pembatasan harga minyak Rusia belum terlihat, begitu pula dengan penerapannya yang dinilai belum jelas. Pendapat senada juga dilontarkan oleh analis ANZ yang mengatakan bahwa sanksi UE sejauh ini hanya berdampak terbatas pada pasar global.
"Harga minyak bergerak lebih tinggi dikarenakan penutupan pipa Keystone, munculnya kekhawatiran Rusia akan mengurangi produksi, hingga meredanya kasus COVID China dalam beberapa hari terakhir," ungkap Edward Moya, analis pasar senior OANDA.