EUR/USD 1.086   |   USD/JPY 155.450   |   GBP/USD 1.267   |   AUD/USD 0.667   |   Gold 2,410.61/oz   |   Silver 29.99/oz   |   Wall Street 39,869.38   |   Nasdaq 16,698.32   |   IDX 7,246.70   |   Bitcoin 65,231.58   |   0.00   |   Litecoin 82.46   |   Para buyer GBP/USD jika area support 1.2630 berhasil bertahan, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/USD mode koreksi setelah kenaikan, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan kenaikan, rintangan berikutnya terlihat di area 169.40, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/USD turun mendekati level 1.0850, area support lebih lanjut pada EMA-9, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) telah memutuskan untuk membagikan dividen final sebesar sebesar Rp540 miliar, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) menyampaikan jadwal pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp6.45 triliun dengan cum date tanggal 27 Mei 2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Lautan Luas Tbk. (LTLS) akan membagikan dividen tahun buku 2023 sebesar Rp35 per saham pada 13 Juni 2024, 17 jam lalu, #Saham Indonesia   |   S&P 500 stabil pada 5,320, sementara Nasdaq 100 mendatar di 18,653 pada pukul 19:36 ET (23:36 GMT). Dow Jones datar di 40,017, 17 jam lalu, #Saham AS

Harga Minyak Kolaps Lagi Akibat Saudi Dan Iran Ogah Kompromi

Penulis

Harga minyak mentah ambruk ke level terendah dalam sebulan pada hari Jumat (1/4), mengakhiri relinya selama enam pekan terakhir. Pasalnya, sebuah pernyataan dari anggota kerajaan Arab Saudi memupuskan harapan akan tercapainya kesepakatan pembatasan produksi.

Harga minyak mentah ambruk ke level terendah dalam sebulan pada hari Jumat (1/4), mengakhiri relinya selama enam pekan terakhir. Pasalnya, sebuah pernyataan dari anggota kerajaan Arab Saudi memupuskan harapan akan tercapainya kesepakatan pembatasan produksi pada rapat antara produsen minyak terkemuka Dunia tanggal 17 April mendatang.

ilustrasi

Minyak mentah AS untuk pengiriman Mei anjlok nyaris dua dolar ke $36.79 per barel di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Sementara harga acuan global Brent ambrol sekitar 4 persen ke $38.67 per barel di Intercontinental Exchange (ICE). Keduanya merosot sekitar 6 persen dalam sepekan, mencatat performa pekanan terburuk dalam masa lebih dari satu bulan.

 

Tolak Kesepakatan Yang Tak Mufakat

Deputi Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, mengatakan pada sebuah wawancara di Bloomberg bahwa negerinya hanya akan membekukan level output minyak apabila Iran dan produsen-produsen minyak mayor lainnya setuju untuk membatasi output mereka juga. Padahal, Iran dan Libya telah tegas menolak rekomendasi yang tercipta dari kesepakatan sementara antara Saudi, Rusia, Qatar, dan Venezuela Februari lalu untuk membatasi tingkat output pada level produksi Januari.

Pernyataan Mohammed bin Salman tersebut menyiram air dingin di atas gelora ekspektasi yang telah mendorong harga minyak naik 50 persen dalam sekitar sebulan terakhir. Apalagi, laporan persediaan minyak AS dari Energy Information Administration (EIA) terakhir pekan lalu menunjukkan bahwa oversupply masih membebani pasar minyak dunia.

 

Abaikan Semua Kecuali Oversupply

Sementara persediaan minyak di seluruh dunia terus memuncak dekat level tertinggi sepanjang masa, produsen-produsen terbesar seperti Saudi, Rusia, dan Iran, masih terus berlomba menggenjot produksi mereka. Iran secara khusus masih konsisten dengan rencananya untuk memompa produksi hingga mencapai 1 juta bph per akhir tahun ini.

Para pelaku pasar mengabaikan data terbaru tentang ekonomi AS dan jumlah sumur pengeboran yang sebenarnya memiliki potensi untuk menopang harga. NFP AS naik lebih dari ekspektasi sebesar 215,000 pada bulan Maret, dan ini biasanya mendukung harga minyak karena lebih banyak pekerjaan berarti akan ada lebih banyak permintaan BBM. Sedangkan Baker Hughers menyebutkan jumlah sumur pengeboran berkurang 10 ke 362, mengindikasikan potensi akan produksi minyak AS yang lebih rendah di masa depan.

Menurut para pengamat yang diwawancarai Wall Street Journal, laju produksi di negara-negara OPEC akan mengimbangi seberapapun penurunan produksi yang mungkin terjadi. Oleh karenanya, selama tidak ada kesepakatan diantara semua produsen terkemuka untuk membatasi output, maka harapan akan pemulihan harga minyak tahun ini bisa dianggap tamat.

 

262455
Penulis

Alumnus Fakultas Ekonomi, mengenal dunia trading sejak tahun 2011. Seorang News-junkie yang menyukai analisa fundamental untuk trading forex dan investasi saham. Kini menulis topik seputar Currency, Stocks, Commodity, dan Personal Finance dalam bentuk berita maupun artikel sembari trading di sela jam kerja.