Seputarforex.com - Kenaikan Yield Obligasi AS secara tak langsung berimbas besar hampir ke seluruh mata uang Asia, tak terkecuali Rupiah. Pada perdagangan hari Jumat (08/Januari), nilai tukar Rupiah melemah di posisi Rp14,060, anjlok 0.64% dari penutupan di angka Rp13,934 kemarin. Hal itu tercermin dalam penguatan grafik USD/IDR di bawah ini:
Penurunan tajam Rupiah terhadap Dolar AS kali ini dipicu oleh kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10-tahunan, yang sudah menembus 1 persen selama dua hari berturut-turut. Kenaikan Yield Obligasi AS tersebut memicu penguatan Dolar AS, yang berakibat pada bangkitnya Indeks Dolar dari level terendah sejak Maret 2020. Sebelumnya, Indeks Dolar terjebak di level rendah karena tingginya sentimen risk-on, menyusul tercapainya kesepakatan stimulus fiskal AS.
Mitul Kotecha, Senior Emerging Market Strategist dari TD Securities Singapore mengatakan:
"Mata uang Asia yang risk-sensitive seperti Won dan Rupiah, akan terancam seiring meningkatnya obligasi AS, sehingga kita mengekspektasikan terjadinya konsolidasi jangka pendek dan profit-taking."
Outlook Rupiah Masih Suram Gegara PPKM
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa dan Bali mulai tanggal 11 Januari diprediksi akan menggerus Rupiah. Pengetatan ini dapat berpengaruh fatal terhadap konsumsi masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini dikhawatirkan hanya bergerak di kisaran 1 hingga 2 persen.
Menanggapi prospek tersebut, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memprediksi jika Rupiah akan kembali dibuka melemah pada level 13,900 hingga 13,950. "Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang di gadang-gadang oleh pemerintah sebesar 5 persen kemungkinan tidak tercapai dan pemerintah barangkali akan merevisi angka serta rencana mereka," jelas Ibrahim kepada Bisnis[dot]com.