EUR/USD 1.074   |   USD/JPY 156.530   |   GBP/USD 1.253   |   AUD/USD 0.655   |   Gold 2,336.52/oz   |   Silver 27.24/oz   |   Wall Street 38,262.07   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,036.08   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   USD/CHF menguat di atas level 0.9100, menjelang data PCE As, 9 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Ueda, BoJ: Kondisi keuangan yang mudah akan dipertahankan untuk saat ini, 10 jam lalu, #Forex Fundamental   |   NZD/USD tetap menguat di sekitar level 0.5950 karena meningkatnya minat risiko, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   EUR/JPY melanjutkan reli di atas level 167.50 menyusul keputusan suku bunga BoJ, 10 jam lalu, #Forex Teknikal   |   PT PLN (Persero) segera melantai ke Bursa Karbon Indonesia alias IDX Carbon, dengan membuka hampir 1 juta ton unit karbon, 16 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) meraih fasilitas pinjaman dari Bank BNI (BBNI) senilai $250 juta, 16 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Induk perusahaan Google, Alphabet Inc (NASDAQ: GOOGL), menguat sekitar 12%, mencapai rekor tertinggi di sekitar $174.70, 16 jam lalu, #Saham AS   |   Nasdaq naik 1.2% menjadi 17,778, sementara S&P 500 naik 0.8% menjadi 5,123 pada pukul 18.49 ET (22.49 WIB). Dow Jones Futures naik 0.1% menjadi 38,323, 17 jam lalu, #Saham AS

Terdampak Covid-19, GDP China Q1/2020 Anjlok

Penulis

Lumpuhnya ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan kemerosotan GDP China ke zona negatif untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir.

Seputarforex.com - Pada hari Jumat (17/April), Departemen Statistik China mempublikasikan data GDP kuartal pertama 2020 (Q1/2020) yang merosot 6.8 persen secara tahunan; angka ini lebih buruk ketimbang forecast ekonom yang memprediksi penurunan sebesar 6.0 persen saja. Secara historis, data GDP China Q1/2020 menandai penurunan ekonomi ke level minus untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade terakhir.

Terimbas Pandemi Covid-19, GDP China

Kondisi serupa juga terlihat pada perhitungan GDP secara kuartalan (Quater-over-Quater), yang mencatatkan penurunan sebesar 9.8 persen. Padahal, perekonomian China masih tumbuh 1.5 persen saat masih terlibat perang dagang dengan AS akhir tahun lalu.

Saat ini, China tengah berjuang menghidupkan kembali perekonomian yang sempat macet akibat langkah lockdown guna menekan penyebaran Covid-19. Sebagian analis berpendapat bahwa Beijing perlu menyiapkan paket stimulus lebih besar dalam waktu dekat.

"Tidak seperti siklus pelonggaran yang pernah terjadi sebelumnya ketika sebagian besar paket stimulus digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam bentuk infrastruktur, properti, dan barang tahan lama, kali ini kami berharap kredit yang diberikan pemerintah digunakan sebagai bantuan keuangan agar perusahaan dan perbankan dapat bertahan dari kebangkrutan, termasuk rumah tangga (juga bisa) bertahan dari dampak buruk pandemi Covid-19," kata ekonom Nomura dalam sebuah catatan.

 

Data Ekonomi Lain Catat Performa Negatif

Dalam waktu yang bersamaan, Departemen Statistik China merilis beberapa data fundamental yang justru mencatatkan kemerosotan cukup signifikan sepanjang bulan Maret. Penjualan ritel contohnya, merosot hingga 15.8 persen secara tahunan dan mengecewakan prediksi pasar yang hanya memperkirakan penurunan sebatas 12.5 persen.

Terimbas Pandemi Covid-19, GDP China

Sementara itu, produksi industri China belum menunjukkan tanda pemulihan, terkonfirmasi dari rilis data Industrial Production yang secara year-to-date turun sebanyak 8.4 persen di bulan Maret. Sektor investasi negeri Tirai Bambu juga masih lesu, seperti terlihat pada pada rilis data Fixed Asset Investment terbaru yang merosot 16.1 persen.

292674
Penulis

Pandawa punya minat besar terhadap dunia kepenulisan dan sejak tahun 2010 aktif mengikuti perkembangan ekonomi dunia. Penulis juga seorang Trader Forex yang berpengalaman lebih dari 5 tahun dan hingga kini terus belajar untuk menjadi lebih baik.