EUR/USD 1.070   |   USD/JPY 155.380   |   GBP/USD 1.246   |   AUD/USD 0.650   |   Gold 2,329.82/oz   |   Silver 27.43/oz   |   Wall Street 38,085.80   |   Nasdaq 15,611.76   |   IDX 7,155.29   |   Bitcoin 64,481.71   |   Ethereum 3,156.51   |   Litecoin 83.80   |   EUR/USD dapat lanjutkan pemulihan selama support level 1.0700 bertahan, 16 jam lalu, #Forex Teknikal   |   Nilai kontrak baru PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mencatatkan pertumbuhan sekitar 20,10% secara tahunan menjadi Rp4.9 triliun pada kuartal I/2024, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Citra Borneo Utama Tbk. (CBUT) menetapkan pembagian dividen tahun buku 2023 sebesar Rp28.84 miliar, 22 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Saham Meta Platforms Inc (NASDAQ: META) turun tajam sebesar 15.3% menjadi $417.83, mendekati level terendah dalam tiga bulan terakhir, 22 jam lalu, #Saham AS   |   S&P 500 turun 0.6% menjadi 5,075, sementara Nasdaq 100 turun 1.1% menjadi 17,460 pada pukul 19.49 ET (23.49 GMT). Dow Jones turun 0.2% menjadi 38,591, 22 jam lalu, #Saham AS

Proyeksi Bearish Saham AS Bisa Menekan USD/JPY

Penulis

Saham AS telah berkorelasi dengan USD/JPY dalam waktu yang lama. Ketika valuasi saham AS sudah dianggap terlalu tinggi, inikah saatnya Short USD/JPY ?

Beberapa bulan yang lalu, kenaikan tarif dagang dipandang sebagai pendukung ekonomi AS di tahun 2019. Sepintas, optimisme ini membuat pasar saham AS belum juga memperhatikan risiko perlambatan pertumbuhan dan pendapatan. Ada asumsi bahwa situasi buruk itu hanyalah efek normal dari proses negosiasi dagang yang masih berlangsung, dan masalahnya akan terselesaikan dengan segera. Faktanya, pemberitaan mengenai rilis data dan kemajuan proses negosiasi yang muncul kemudian tak mendukung perspektif tersebut.

Dampak ini kemungkinan akan paling dirasakan oleh pasar ekuitas AS yang sangat bergantung pada sektor teknologi. Banyak investor yang berbasis di AS tampaknya lambat memahami peta kekuatan konsumen dunia saat ini. Asia memiliki lebih dari 50% populasi dunia, dengan hampir 20% di antaranya berada di China. Penduduk kelas menengah dari negara tersebut rata-rata sudah paham teknologi, punya daya konsumsi tinggi, serta memiliki pendapatan yang bisa disisihkan dan terus meningkat.

Setelah bullish run di pasar ekuitas AS pada kuartal pertama 2019, pasar berubah bearish pada 30 April. Sebelumnya, analis sudah menyoroti valuasi yang terlalu tinggi. Namun, mereka hanya memperkirakan terjadinya koreksi selama beberapa minggu, sebelum harga saham kembali menguat hingga mencapai level tinggi baru di akhir tahun.

Bearish saham AS bisa membebani USD/JPY

Namun karena lanskap telah berubah sangat drastis, penilaian itu kini tak lagi relevan. US Economic Surprise Index rilisan Citigroup telah berada di bawah nol selama hampir lima bulan, bahkan ketika sebagian besar pihak masih optimis dengan hasil negosiasi perdagangan. Dengan keadaan saat ini yang semakin memburuk, tak heran jika dalam beberapa bulan mendatang, indeks tersebut akan semakin terpuruk.

Price-to-earnings Ratio (PER) S&P 500 yang didasarkan pada proyeksi 12 bulan ke depan berada di 16.3, lebih tinggi dari rerata 10-tahunan yang menyentuh angka 15. Parahnya lagi, kondisi ini terjadi sebelum para analis memangkas estimasi lebih lanjut. Ini menandakan bahwa PER S&P bisa turun lebih lanjut sesuai rerata jangka panjangnya.

Sementara itu, Price-to-book Value Ratio (PBV) mencapai 3.3, versus rerata 10-tahunan yang berada di 2.6. Price-to-free-cash-flow Ratio mencapai 22, juga lebih tinggi dari versi rerata 10-tahunannya yang berada di 16.5. Yang lebih mengerikan lagi, valuasi-valuasi yang terlampau tinggi ini tidak hanya terjadi pada S&P 500. Penilaian valuasi untuk saham-saham teknologi dan Unicorn juga merefleksikan hal serupa.

Ketika situasi di atas turut ditambah dengan fakta bahwa siklus kredit terus berputar, maka skenarionya akan menjadi lebih buruk lagi. Selain itu, potensi penurunan suku bunga The Fed sudah diperhitungkan pasar. Bagaimana investor akan bereaksi terhadap sinyal dari siklus penurunan suku bunga ini? Terakhir kali hal itu terjadi adalah pada tahun 2008 (era krisis subprime mortgage), sehingga apabila The Fed benar-benar memulai langkah pelonggaran kebijakan lagi, maka hal ini akan menandai situasi yang mengkhawatirkan.

 

Kondisi Politik Mendingin, Rupiah Bereaksi Positif

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil perhitungan yang mendeklarasikan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Pasangan dengan nomor urut 01 itu meraih suara lebih banyak dari pesaingnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, dengan statistik 55.44% versus 44.56%.

Minggu lalu, Rupiah terlihat mencapai level terendahnya di tahun 2019 pada angka 14,525 per Dolar AS, mendekati atau nyaris sama dengan level Resistance November-Desember 2018 di 14,526 per Dolar AS.

Dengan kondisi politik yang kondusif setelah terjadi kerusuhan pada pertengahan minggu kemarin, serta penolakan dari level Resistance (14,526 per Dolar AS) yang kini menjadi support, maka tak heran jika Rupiah kini mengalami penguatan.

Apabila kondisi politik terus kondusif, maka dipastikan investasi asing akan masuk kembali dan akan membuat ekonomi Indonesia menggeliat. Prediksi kami, IDR dalam minggu ini akan berada di area flat cenderung menguat. Level Rp. 14,273-14,318 per Dolar AS akan menjadi tujuan penguatan Rupiah dalam minggu ini.

USDIDR

Sumber: CNBC

 

Instrumen Trading Pilihan

USD/JPY

Peningkatan risiko global baru-baru ini menjadi katalis perubahan yang bisa membuat saham AS "menderita" hingga berbulan-bulan, setidaknya selama sisa tahun ini. Melihat korelasinya terhadap pasar saham AS, USD/JPY berpotensi melemah ke 109.10 minggu ini.

USDJPY

 

Indeks Hang Seng

Indeks saham ini diproyeksi melemah hingga ke level 26980 pada minggu ini.

Indeks Hang Seng

 

AUD/USD

Setelah konsisten melemah dalam beberapa waktu terakhir, Dolar Australia kemungkinan masih terus menurun hingga ke level 0.6865 minggu ini.

AUDUSD

 

XAU/USD

Pair ini membuka peluang pergerakan ke kisaran 1280, setelah berusaha menguat ke level 1300 pada minggu lalu.

XAUUSD

 


Franky Nangoy

Market Strategist - Fullerton Markets

Dengan lebih dari 15 tahun pengalaman profesional dalam forex, Franky telah mengambil berbagai peran di industri ini. Ia menjadi konsultan dan analis untuk broker lokal dan internasional, dan saat ini memegang peranan sebagai Market Strategist di Fullerton Research, dimana ia bertanggung jawab mempersiapkan materi pembelajaran secara rutin, seperti Weekly Market Research dan webinar secara langsung untuk Audience global. Kelebihannya terletak pada analisis pasar Indonesia.

Pada tahun 2018, Franky menyelesaikan serangkaian Roadshow di 11 kota di seluruh Indonesia, menjangkau para trader, baik yang pemula maupun berpengalaman dengan wawasan dan kebijaksanaan terkait forex.

Arsip Analisa By : Fullerton Markets
288691
Penulis

Didirikan sejak 2015, broker Fullerton Markets menawarkan trading forex pada MT4 dengan spread rendah dan layanan menyalin trader sukses. Fitur yang bernama CopyPip itu memuat lebih dari 300 Signal Provider yang bisa disalin dengan mudah dan membuka peluang pendapatan tambahan bagi para profesional. Profil Selengkapnya